Jumat, 08 Desember 2017

FRAU `LEILANI HERMIASIH`

LEILANI HERMIASIH

Hasil gambar untuk frau pianis 

Leilani Hermiasih

Lani Frau Leilani Hermiasih adalah perempuan kelahiran Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1990, anak kedua dari tiga bersaudara keturunan pasangan Suhirdjan dan Joan Miyo Suyenaga yang memiliki profesi sebagai penyanyi, pianis, dan juga penulis lagu. Kemampuannya yang melebihi kebanyakan orang itu bahkan telah ditunjukkan semenjak Lani masih mengenyam bangku sekolah menengah.
Selepas menamatkan pendidikan SMA, tahun 2008 Lani melanjutkan di S1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta, dan berhasil menyelesaikan studinya pada tahun 2012.     Setahun kemudian, yaitu tahun 2013 remaja ini berhasil mendapatkan beasiswa magister Antropologi Sosial (Ethnomusicology) di Queen’s University Belfast, Kerajaan Inggris. Pada bidang akademis internasionalnya tersebut ia memulai kontribusi dengan proyek penelitian ‘Mapping Belfast Musically’ yang dimotori para mahasiswa Queen’s University Belfast dan pada bulan Februari 2014 juga ditunjukkan pada konferensiInternational Council of Traditional Music yang bertempat di Centre of Irish Studies, NUI Galway.

Karir Musik

Lani adalah musisi, pianis andal, dan sekaligus penyanyi serta pencipta lagu yang sangat ekspresif ketika pentas di atas panggung. Selain mengenakan nama Frau, Lani juga menjuluki piano kesayangannya dengan nama Oskar.
Semenjak masih menempuh pendidikan SMA, kepiawaian Lani telah ditunjukkan, slaah satunya adalah dengan adanya sejumlah 18 lagu yang berhasil diciptakannya. Lagu-lagu tersebut menurut Lani sejatinya menceritakan kehidupan sehari-hari, namun karena sangat berjiwai maka nuansa puitis menjadikannya tak terasa sebagai cerita keseharian.
Oskar adalah piano digital Roland RD700SX buatan tahun 1990-an yang pada akhirnya setia menemani Lani-Frau dalam bermusik. Belajar memainkan piano dilakukan Lani sudah sejak kelas 1 SD yang pada akhirnya berhenti kursus ketika mulai menempuh pendidikan SMP. Selain piano, ternyata Lani juga pernah belajar memainkan gitar bas.

Musik dan Menyanyi Sebagai Hobi

Meskipun telah mendapatkan banyak penghargaan karena tak diragukan lagi kepiawaiannya dalam bermusik serta dalam menyanyi, Frau mengaku musik dan dunia tarik suara baginya tetap masih dijadikan sebagai hobby. Walau sebatas hobi, namun Frau tetap menjaga kualitasnya dalam bermusik, dan juga telalu berusaha menghayati dalam menyanyi, pasalnya dengan begitu ia mampu menghibur diri serta menyenangkan hatinya. Dari sini tentu saja Lani-Frau bisa lebih merasa enjoy karena tak ada tekanan, misalnya mengejar keuntungan. Alasan tak mau terlena di industri musik dan hiburan karena Frau tetap lebih memilih mengutamakan studinya. Sedari awal, selepas menamatkan S-1, Frau memiliki tekad untuk melanjutkan pendidikan sampai di jenjang S-2.

Rekaman Lagu

Pertamakali rekaman dilakukan oleh Frau di dalam kamar pribadinya bermodalkan alat sederhana berupa laptop. Sebagaimana benda-benda miliknya yang lain, komputer jinjingnya itu juga diberikan sebuah nama kesayangan, yaitu Amelie. Selanjutnya hasil rekaman dari laptop Amelie tersebut dunggah di situs MySpace, hingga tak disangka lagu-lagunya memperoleh respon yang sangat meriah dari publik. Dari respon publik tersebut kemudian dengan senang hati Lani membagikan karya-karyanya secara gratis. Proses mixing dilakukan lagi oleh Lani, sehingga sebanyak enam lagu pilihan berhasil dirilis dalam album berjuluk “Starlit Carousel” pada tanggal 1 Maret 2010. Album itupun kembali digratiskan oleh Lani, yaitu dengan cara free download di sebuah situs internet. Sebulan berikutnya versi CD yang berada di bawah label Cakrawala Records juga dipublikasikan. Dalam versi CD terdapat hidden-track serta video musik bertajuk “Intensity, Intimately”. Dari sinilah kepopuleran Frau ini merebak, sehingga bisa tercium pihak Andi F Noya, yang kemudian mengundang dan mewancarainya dalam acara Kick Andi Show. Tak pelak popularitas semakin didapatkan.
Selepas absen selama satu tahun, pada tanggal 27 Juni 2013, Frau kembali merilis single lagu dengan judul “Tarian Sari” sebagai salah satu bagian dari album “Happy Coda”. Selanjutnya album “Happy Coda” tersebut resmi dirilis pada tanggal 19 Agustus 2013 oleh Yes No Wave Music, yaitu satu netlabel yang bertempat di Jogjakarta.

Bio Lani Frau Leilani Hermiasih

Nama: Leilani Hermiasih
Tempat Tanggal Lahir: Yogyakarta, 2 Mei 1990
Orang tua: Suhirdjan dan Joan Miyo Suyenaga
Saudara: Rio Hermantara (kakak), Mayumi Hersasanti (adik)
Hobi: bermain musik, menggambar
  • Pendidikan
  1. SMA Stella Duce I, Yogyakarta (2005-2008)
  2. Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM, Yogyakarta (2008-2013)
  3. Magister Antropologi Sosial (Ethnomusicology) di Queen’s University Belfast, UK (2013-2014)
  • Judul Lagu & Karya Musik
Something More, Water, Empat Satu, Tarian Sari, Mr. Wolf, Arah, Suspens, Whispers, Glow, I am a Sir, Mesin Penenun Hujan, Rat and Cat, Salahku Sahabatku, Sepasang Kekasih Yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa
  • Penghargaan
  1. Roland’s Best Creative Commons Music Moments dari Phlow Magazine (2010)
  2. Lima Konser Istimewa di Daerah Istimewa dari Jakartabeat.net (2010)
  3. Lima Album Terbaik Indonesia dari Jakartabeat.net (2010)
  4. Lima Belas Album Terbaik Satu Dekade 2000-2010 dari Jakartabeat.net (2010)
  5. Top 5 Digital Releases in 2010 oleh Jochen dari Aaahh-Records.net (2010)
  6. Tokoh Seni 2010 dari Majalah Tempo (2010)
  7. 20 Album Terbaik 2010 dari Majalah Rolling Stone (2010)
  • Pengalaman Penelitian
  1. Jaringan Kekerabatan dan Kepentingan Ekonomi Petani (Dusun Dranan, Kecamatan Petungkriono, Kabupaten Pekalongan)
  2. Di Bawah Bayang-bayang Kota (Dusun Silenggak, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan)
  3. Transformasi Sosial-Budaya di Kalimantan Barat: Dari Ladang ke Perkebunan Kelapa Sawit Kuala Buayan, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
Penampilan Lani yang memiliki cara menyanyikan lagu sangat berjiwa sangat ditunggu-tunggu khalayak, , utamanya di Jogja. Dan kabar menggembirakan itupun akhirnya datang, karena sekembalinya ke Indonesia, Leilani tampil lagi sebagai Frau pertamakali adalah pada tanggal 8 November 2014, yaitu pada pembukaan pameran etnografi Memoar Tanah Runcuk. Kala itu Frau di atas panggung tampil membuka acara pameran bersama 2 musisi Yogyakarta lain, pertama adalah grup musik Jalan Pulang dan yang kedua adalah Gardika Gigih.
Selanjutnya masih pada bula yang sama, Frau juga tampil di gelaran Jazz tahunan di Jogja, yaitu tanggal 22 Novemeber 2014 dalam acara “Ngayogjazz” di desa wisata Brayut, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta. [uth]
SUMBER : http://ensiklo.com/2014/11/21/siapa-lani-frau-leilani-hermiasih/

JOEY ALEXANDER

Joey Alexander

Hasil gambar untuk JOEY ALEXANDER

 Josiah Alexander Sila; lahir di Denpasar25 Juni 2003; umur 14 tahun) adalah pianis jazz asal Indonesia[1]. Dalam usia sangat muda (7 tahun) ia telah menguasai teknik permainan piano dan improvisasi yang sangat penting dalam aliran musik jazz. Ia merilis album musik perdananya yang berjudul "My Favorite Things" pada tanggal 12 Mei 2015 di usia 11 tahun di bawah Motema Record, New York[2]. Melalui album ini, Joey mendapatkan nominasi Anugerah Grammy untuk dua kategori: Best Instrumental Jazz Album ("My Favorite Things") dan Best Jazz Solo Improvisation (Giant Steps dari album tersebut). Ia juga bekesempatan Tampil sepanggung dengan Adele,Taylor Swift,Ed Sheeran,Bruno Mars Dll di Grammy Awards 2016. Ia juga menjadi Artis Asia Tenggara Pertama yang tampil di acara bergengsi tersebut.
Joey hampir sepenuhnya belajar musik jazz sendiri (autodidak) sejak usia enam tahun[3], ketika ia diberi hadiah keyboard oleh orang tuanya. Ia pernah tampil di hadapan Herbie Hancock dan Bill Clinton. Pada tahun 2014, Wynton Marsalis mengundang Alexander untuk bermain di malam gala Jazz at Lincoln Center 2014, dan ia menjadi "sensasi dalam semalam", tulis The New York Times. Joey memenangi Grand Prix dalam Master-Jam Fest 2013, dan tampil di Montreal International Jazz Festival dan Newport Jazz Festival 2015.
Alexander adalah artis Indonesia pertama yang masuk dalam Billboard 200 di Amerika Serikat, dengan album debutnya My Favorite Things mencapai peringkat 174 pada 30 Mei 2015. Ia Juga menjadi artis ke 2 dari Indonesia yang sukses di Chart Billboard setelahAnggun. Untuk saat ini, Joey Alexander dan Anggun adalah artis Indonesia yang sukses tampil di perhelatan penghargaan musik bergengsi tingkat Dunia. Di mana Anggun tampil di World Music Awards dan Joey di Grammy Awards.[3]


Riwayat awal

Joey Alexander Sila lahir di Bali, Indonesia, dari pasangan Denny Sila dan Farah Leonora Urbach, yang menjalankan usaha wisata petualangan.[4] Ini dia adalah keponakan dari penyanyi Nafa Urbach. Ayahnya adalah musisi amatir,[5] dan kedua orang tuanya adalah penggemar musik jazz, khususnya karya Louis Armstrong.[6] Alexander belajar jazz dengan mendengarkan album klasik ayahnya.[4][5] Pada usia enam tahun ia belajar sendiri bermain piano dengan keyboard listrik kecil pemberian ayahnya,[7][8] dengan mendengarkan komposisi seperti "Well, You Needn't" karya Thelonious Monk dan lagu-lagu jazz lain yang dikoleksi ayahnya.[8] Alexander mengatakan bahwa baginya belajar alat musik terasa alamiah;[7] orang tuanya yang beragama Kristen, percaya bahawa bakatnya adalah "anugerah Tuhan".[8] Alexander menganggap Monk, John ColtraneHarry Connick, Jr.Bill Evans dan Herbie Hancock sebagai panutan musiknya, selain juga mengagumi Clifford BrownMiles DavisWynton MarsalisBrad MehldauLee MorganHorace Silver dan McCoy Tyner.[5][6]
Karena tidak ada kursus jazz formal di kampung halamannya,[5] Alexander mulai bermain dalam jam session bersama musisi berpengalaman di Bali dan Jakarta,[4][5] di mana akhirnya keluarganya menetap setelah menutup bisnis wisatanya supaya Alexander dapat tingal dekat dengan musisi jazz papan atas Indonesia.[8] Alexander bermain untuk Hancock pada usia 8 tahun ketika ia mengunjungi Jakarta sebagai duta UNESCO. Hancock berkata pada Alexander bahwa ia yakin padanya, dan Alexander kemudian melukiskan hal itu sebagai "hari ketika aku mempersembahkan masa kecilku untuk jazz".[4][8] Pada usia 9 tahun, Alexander meraih Grand Prix dalam Master-Jam Fest 2013, kompetisi musik jazz untuk segala usia di OdessaUkraina, yang diikuti 43 musisi dari 17 negara.[4][5] Alexander dan keluarganya pindah ke New York pada tahun 2014.[4]

Karier

Pemain trompet jazz Wynton Marsalis, direktur seni Jazz at Lincoln Center, mendengar tentang Alexander setelah seorang teman menyarankannya menonton video YouTube yang menampilkan dirinya membawakan karya Coltrane, Monk dan Chick Corea.[6][8] Marsalis memuji Alexander sebagai "jagoannya" di akun Facebooknya,[4] dan mengundangnya ke malam gala Mei 2014, ketika Alexander berusia 10 tahun.[4][7] Hari itu adalah debut Alexander di Amerika Serikat.[8] Ia mendapat tanggapan positif untuk penampilannya, khususnya versi solo 'Round Midnight' karya Monk.[4] The New York Times menulis ia menjadi "sensasi dalam semalam" setelah pertunjukan itu.[4] Allen Morrison dari majalahDown Beat mengatakan: "Kalau kata 'jenius' masih mempunyai arti, anak inilah wujudnya. Ia memainkan variasi solonya sendiri untuk 'Round Midnight' dengan kecerdasan dan keahlian seperti pianis berpengalaman puluhan tahun."[9] Marsalis mengatakan: "Tidak ada seorangpun yang anda kenal bisa bermain seperti itu seusianya. Saya suka semua tentang permainannya – iramanya, kepercayaan dirinya, dan pemahaman musiknya."[6] Jeanne Moutoussamy-Ashe, janda maestro tenis Arthur Ashe, mengundang Alexander untuk tampil di gala Arthur Ashe Learning Center, di mana ia tampil di hadapan mantan presiden A.S. Bill Clinton. Moutoussamy-Ashe memperkenalkannya pada Gordon Uehling III, pendiri CourtSense Tennis Training Center, yang mengizinkan Alexander dan keluarganya tinggal di wismanya di Alpine, New Jersey.[4]
Alexander bermain di A Great Night in Harlem di Apollo Theater, pertunjukan untuk menghormati Herbie Hancock. Penampilannya di University of the District of Columbia meledak di Internet, menyedot 500.000 penonton di Facebook.[5] Alexander juga bermain dalam konser dengan siswa dari Juilliard School, yang akhirnya memungkinkannya tinggal lebih lama di New York. Konser tersebut, yang menarik perhatian media nasional di NBC News, sukses besar sehingga Alexander berhak mendapat visa O-1, yang diberikan kepada "individu dengan kemampuan luar biasa".[5][8] Ia juga tampil hebat dalam konser tahun 2014 di Copenhagen Jazz Festival dan International Java Jazz Festival di Jakarta.[5]
Album perdana Alexander, My Favorite Things, diluncurkan pada 12 Mei 2015, oleh label Motéma Music yang berbasis di Harlem dan diproduksi peraih Grammy Award Jason Olaine. Ia berusia 11 tahun saat peluncuran album tersebut.[4][5] Alexander memulai proses rekaman pada Oktober 2014.[8] Dia mengaransir semua lagu dalam album tersebut, di antaranya variasi "'Round Midnight", "Giant Steps" karya Coltrane dan karya Billy Strayhorn, "Lush Life". Alexander juga memasukkan komposisinya sendiri, "Ma Blues", yang terinspirasi karya Bobby Timmons, "Moanin'".[6][8] "My Favorite Things" menampilkan band pengiring Alexander yang beranggotakan Russell Hall (bass), Alphonso Horne (trompet) dan Sammy Miller (drum), juga bintang tamu Larry Grenadier dan Ulysses Owens.[5] Alexander mengadakan pertunjukan penting sepanjang tahun 2015, termasuk Montreal International Jazz Festival,[6][8] dan Newport Jazz Festival di bulan Agustus.[4] Produser Newport, George Wein, biasanya enggan menampilkan anak berbakat, tetapi membuat pengecualian setelah Moutoussamy-Ashe mengajak Alexander ke apartemen Wein di Manhattan untuk bermain piano. Wein mengatakan Alexander tampil istimewa dengan "pendekatan harmonik yang matang".[6][8] The Jazz at Lincoln Center tertarik untuk menyertakan Alexander dalam kegiatan pendidikan mereka, untuk mengajak generasi muda mendengarkan musik jazz.[4]

 

SUMBER : https://id.wikipedia.org/wiki/Joey_Alexander

MUSIK

SEJARAH MUSIK
Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama dari suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan irama [1] Walaupun musik adalah sejenis fenomena intuisi, untuk mencipta, memperbaiki dan mempersembahkannya adalah suatu bentuk seni. Mendengar musik adalah sejenis hiburan. Musik adalah sebuah fenomena yang sangat unik yang bisa dihasilkan oleh beberapa alat musikHasil gambar untuk musik

Musik dikenal sejak kehadiran manusia modern Homo sapiens yakni sekitar 180.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Tidak ada yang tahu kapan manusia mula mengenal seni dan musik. Dari penemuan arkeologi pada lokasi-lokasi seperti pada benua Afrika, sekitar 180.000 tahun hingga 100.000 tahun lalu telah ada perubahan evolusi pada otak manusia. Dengan otak yang lebih pintar dari hewan, manusia merancang pemburuan yang lebih terarah sehingga bisa memburu hewan yang besar. Dengan kemampuan otak seperti ini, manusia bisa berpikir lebih jauh hingga di luar nalar dan menggunakan imajinasi dan spiritual. Bahasa untuk berkomunikasi telah terbentuk di antara manusia. Dari bahasa dan ucapan sederhana untuk tanda bahaya dan memberikan nama-nama hewan, perlahan-lahan beberapa kosakata muncul untuk menamakan benda dan memberikan nama panggilan untuk seseorang.
Dalam kehidupan yang berpindah-pindah, manusia purba mungkin mendapat inspirasi untuk mengambil tulang kaki kering hewan buruan yang menjadi makanannya dan kemudian meniupnya dan mengeluarkan bunyi. Ada juga yang mendapat inspirasi ketika memperhatikan alam dengan meniup rongga kayu atau bambu yang mengeluarkan bunyi. Kayu dibentuk lubang tiup dan menjadi suling purba.
Manusia menyatakan perasaan takut dan gembira dengan menggunakan suara-suara. Bermain-main dengan suara menciptakan lagu, hymne, atau syair nyanyian kecil yang diinspirasikan oleh kicauan burung. Kayu-kayu dan batuan keras dipukul untuk mengeluarkan bunyi dan irama yang mengasyikkan. Mungkin secara tidak sengaja manusia telah mengetuk batang pohon yang berongga di dalamnya dengan batang kayu yang mengeluarkan bunyi yang keras. Kulit binatang yang digunakan sebagai pakaian diletakkan sebagai penutup rongga kayu yang besar sehingga terciptalah sebuah gendang.
SUMBER : https://id.wikipedia.org/wiki/Musik